Jalan menuju surga bagi wanita adalah amat mudah. Cukup taat dan bakti
pada suami, itu sudah memudahkan jalannya. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, “Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa
sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari
perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita
yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja
yang engkau suka.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban, shahih). Tulisan kali ini akan
mengulas lanjutan dari tulisan sebelumnya, mengenai kewajiban istri yang
menjadi hak suami. Semoga Allah memudahkan setiap wanita muslimah
mengamalkannya.
Keenam: Tidak menginfakkan harta suami kecuali dengan izinnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُنْفِقُ امْرَأَةٌ شَيْئًا مِنْ بَيْتِ
زَوْجِهَا إِلاَّ بِإِذْنِ زَوْجِهَا
“Janganlah seorang wanita
menginfakkan sesuatu dari rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya” (HR.
Tirmidzi no. 670. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Ketujuh: Berkhidmat pada suami dan anak-anaknya
Semestinya seorang istri membantu suaminya dalam kehidupannya. Hal ini
telah dicontohkan oleh istri-istri shalihah dari kalangan shahabiyah seperti
yang dilakukan Asma` bintu Abi Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma yang
berkhidmat kepada suaminya, Az-Zubair ibnul ‘Awwam radhiyallahu ‘anhu. Ia
mengurusi hewan tunggangan suaminya, memberi makan dan minum kudanya, menjahit
dan menambal embernya, serta mengadon tepung untuk membuat kue. Ia yang memikul
biji-bijian dari tanah milik suaminya sementara jarak tempat tinggalnya dengan
tanah tersebut sekitar 2/3 farsakh[1].” (HR. Bukhari no. 5224 dan Muslim no.
2182)
Demikian pula khidmat Fathimah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam di rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Sampai-sampai
kedua tangannya lecet karena menggiling gandum. (HR. Bukhari no. 5361 dan
Muslim no. 2182)
Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Jabir bin Abdillah
radhiyallahu ‘anhu, menikahi seorang janda agar bisa berkhidmat padanya dengan
mengurusi 7 atau 9 saudara perempuannya yang masih belia. Kata Jabir kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ayahku, Abdullah, telah wafat dan ia
meninggalkan banyak anak perempuan. Aku tidak suka mendatangkan di
tengah-tengah mereka wanita yang sama dengan mereka. Maka aku pun menikahi
seorang wanita yang bisa mengurusi dan merawat mereka.” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mendoakan Jabir,
فَباَرَكَ اللهُ لَكَ – أَوْ: خَيْرًا -
“Semoga Allah memberkahimu.”
Atau beliau berkata, “Semoga kebaikan untukmu.” (HR. Muslim no. 715)
Kedelapan: Menjaga kehormatan, anak dan harta suami
Allah Ta’ala berfirman,
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ
لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Sebab itu maka wanita yang
saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak
ada” (QS. An Nisa’: 34). Ath Thobari mengatakan dalam kitab tafsirnya (6: 692),
“Wanita tersebut menjaga dirinya ketika tidak ada suaminya, juga ia menjaga
kemaluan dan harta suami. Di samping itu, iawajib menjaga hak Allah dan hak
selain itu.”
Kesembilan: Bersyukur dengan pemberian suami
Seorang istri harus pandai-pandai berterima kasih kepada suaminya atas
semua yang telah diberikan suaminya kepadanya. Bila tidak, si istri akan
berhadapan dengan ancaman neraka Allah Ta’ala.
Seselesainya dari shalat Kusuf (shalat Gerhana), Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda menceritakan surga dan neraka yang diperlihatkan
kepada beliau ketika shalat,
وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ
مَنْظَرًا قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ. قَالُوا: لِمَ يَا رَسُوْلَ
اللهِ؟ قَالَ: بِكُفْرِهِنَّ. قِيْلَ: يَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ
وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَََحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ
رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Dan aku melihat neraka. Aku
belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat
ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa
para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab,
“Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para
wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “(Tidak, melainkan) mereka
kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat
baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia
melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan
berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari
no. 5197 dan Muslim no. 907). Lihatlah bagaimana kekufuran si wanita cuma
karena melihat kekurangan suami sekali saja, padahal banyak kebaikan lainnya
yang diberi. Hujan setahun seakan-akan terhapus dengan kemarau sehari.
Kesepuluh: Berdandan cantik dan berhias diri di hadapan suami
Sebagian istri saat ini di hadapan suami bergaya seperti tentara,
berbau arang (alias: dapur) dan jarang mau berhias diri. Namun ketika keluar
rumah, ia keluar bagai bidadari. Ini sungguh terbalik. Seharusnya di dalam
rumah, ia berusaha menyenangkan suami. Demikianlah yang dinamakan sebaik-baik
wanita. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ
وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling
menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak
menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR.
An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini hasan shahih)
Kesebelas: Tidak mengungkit-ngungkit pemberian yang diinfakkan kepada
suami dan anak-anaknya dari hartanya
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا
صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)” (QS. Al Baqarah: 264).
Keduabelas: Ridho dengan yang sedikit, memiliki sifat qona’ah (merasa
cukup) dan tidak membebani suami lebih dari kemampuannya
Allah Ta’ala berfirman,
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ
قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ
نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
“Hendaklah orang yang mampu
memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya
hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath
Tholaq: 7)
Ketigabelas: Tidak menyakiti suami dan tidak membuatnya marah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا
إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ : لاَ تُؤْذِيْهِ , قَاتَلَكِ
اللهُ , فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكَ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
“Tidaklah seorang istri
menyakiti suaminya di dunia melainkan istrinya dari kalangan bidadari akan
berkata, “Janganlah engkau menyakitinya. Semoga Allah memusuhimu. Dia (sang
suami) hanyalah tamu di sisimu; hampir saja ia akan meninggalkanmu menuju
kepada kami”. (HR. Tirmidzi no. 1174 dan Ahmad 5: 242. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Keempatbelas: Berbuat baik kepada orang tua dan kerabat suami
Kelimabelas: Terus ingin hidup bersama suami dan tidak meminta untuk
ditalak kecuali jika ada alasan yang benar
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا
الطَّلَاقَ فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ .
“Wanita mana saja yang
meminta talak kepada suaminya tanpa ada alasan (yang dibenarkan oleh syar’i),
maka haram baginya mencium wangi surga.” (HR. Tirmidzi no. 1199, Abu Daud no.
2209, Ibnu Majah no. 2055. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Keenambelas: Berkabung ketika meninggalnya suami selama 4 bulan 10 hari
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ
أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللَّـهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Orang-orang yang meninggal
dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu)
menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila
telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka
berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat.” (QS. Al Baqarah: 234)
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ ، إِلاَّ عَلَى
زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
“Tidak dihalalkan bagi
seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung atas
kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali atas kematian suaminya, yaitu
(selama) empat bulan sepuluh hari.” (HR. Bukhari no. 5334 dan Muslim no. 1491)[2]
Supaya mengimbangi pembahasan ini, nantikan bahasan mengenai kewajiban
suami yang menjadi kewajiban istri. Semoga Allah mudahkan untuk menyusunnya.
http://rumaysho.com/belajar-islam/keluarga/3678-kewajiban-istri-2.html
Artikel Terkait
Posted by 22:27 and have
0
komentar
, Published at
No comments:
Post a Comment